GAJAH DAN ORANG BUTA

Senin, 15 Februari 2010
Mamalia besar, bertubuh kokoh, dengan telinga lebar dan memiliki belalai yang sebenarnya adalah hidungnya namun dapat berguna layaknya tangan pada manusia. Inilah yang terbayang saat kata gajah terlontar. Inilah gambaran bagi manusia yang diberikan penglihatan yang sempurna oleh Alloh subhana wa Ta’ala.


Namun dapatkah anda bayangkan jika seekor gajah dibawa ke hadapan seseorang yang memiliki kekurangan dalam hal penglihatan, dengan kata lain peglihatannya terbatas? Atau orang yang sama sekali tak memiliki penglihatan (tunanetra)? Kira-kira apa pendapat mereka?
Berikut adalah kisah yang mungkin dapat membantu anda membayangkan hal tersebut. Kisah yang menggambarkan pertemuan pertama kalinya antara kawanan orang buta (tunanetra) dengan seekor gajah. Simaklah!

Gajah Menurut Orang Buta
Alkisah menyatakan, diseberang Ghor ada sebuah kota. Semua penduduknya memiliki kekurangan dalam hal penglihatan, dengan kata lain buta. Seorang raja dan para pengikutnya lewat dekat kota tersebut. Ia membawa tentaranya, dan memasang tenda gurun. Ia mempunyai seekor gajah perkasa, yang dipergunakannya untuk berperang dan menimbulkan ketakjuban rakyat.
Penduduk kota tersebut yang kita ketahui buta semua, sangat ingin mengetahui tentang gajah tersebut. Beberapa diantara orang buta itu pun berlari-lari bagaikan badut-badut tolol, berusaha mendekati sang gajah.
Karena tak mengetahui bentuk dan wujud gajah, dan penglihatan yang kurang, maka merekapun berusaha meraba-raba seenaknya saja. Mencoba membayangkan gajah dengan menyentuh bagian tubuh gajah. Masing-masing berpikir telah mengetahui sesuatu tentang gajah. Sebab telah menyentuh gajah.
Ketika mereka kembali ke tengah-tengah kaumnya, orang-orangpun berkerumun di sekeliling mereka. Mereka bertanya tentang bentuk gajah dan wujudnya, dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh rekan-rekan mereka itu.
Orang buta yang tangnnya meraba teling gajah ditanya tentang bentuk gajah. Ia menjawab bahwa “gajah itu lebar, kasar, besar, dan luas seperti babut.”
Orang buta yang lain, yang tangannya menyentuh belalai gajah menyanggah ucapan rekannya tersebut. Ia beralasan bahwa “gajah itu seperti pipa lurus dan kosong, dahsyat dan suka menghancurkan.”
Orang buta yang lain, yang tangannya menyentuh kaki gajah mengatakan “gajah itu perkasa dan kokoh bagaikan tiang.” Dan membantah apa yang diutarakan kedua rekannya tadi.
Maka timbullah perselisihan diantara mereka. Masing-masing diantara mereka ngotot dengan pendapatnya. Dan akibat dari perselisihan itu, penduduk di kota tersebut bingung dibuatnya.
Demikianlah “gajah” menurut orang buta. (dikutip dari Tales of the Darwishes oleh Idries Shah)

Hikmah dari Kisah Tersebut
Serinngkali didalam kehidupan ini, kita mendapati orang-orang yang tidak benar-benar mengetahui tenttang sesuatu. Yang hanya sedikit saja pengetahuannya tentang suatu perkara, akan tetapi ia bertingkah seolah-olah sangat menguasai perkara tesebut. Seolah-olah ia benar-benar mengetahui perkara tersebut. Dan karena kepandaiaannya dalam memposisikan dirinya di tengah-tengah masayarakat, lalu orang memandangnya sebagai “tokoh” yang pendapat, pemikiran, perkataannya yang harus dijadikan rujukan, dan yang terjadi adalah; orang ini dijadikan tempat bertanya, dijadika tempat meminta nasihat, karena ia dianggap ahli. Lalu dengan bangga ia mengeluarkan pendapat bahkan fatwa, padahal fatwanya itu tidak benar bahkan menyesatkan.
Inilah yang Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam kabarkan melalui hadits beliau yang berbunyi:

Dari Urwah, [dia berkata, "Kami diberi keterangan 8/148] Abdullah bin Amr bin Ash, [maka saya mendengar dia] berkata, 'Saya mendengar Rasulullah Shalallohu alaihi wa Sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu (agama) dengan serta-merta dari hamba-hamba Nya. Tetapi, Allah mencabut ilmu dengan mewafatkan (mematikan) ulama, sehingga Allah tidak menyisakan orang pandai. Maka, manusia mengambil orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Lalu, mereka ditanya, dan mereka memberi fatwa tanpa ilmu. (Dan dalam satu riwayat: maka mereka memberi fatwa dengan pikirannya sendiri). Maka, mereka sesat dan menyesatkan.” (Shahih Muslim 4828).

Dari kisah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa manusia dalam menuntut ilmu itu dapat digolongkan. Ada manusia yang tahu bahwa ia tidak tahu, dan ia selalu berusaha mencari tahu apa-apa yang tidak ai ketahui. Inilah orang yang selamat. Namun ada pula manusia yang mengetahui bahwa ia memang tidak tahu, namun ia tak menggunakan usahanya untuk mencari tahu tentang apa-apa yang ia tidak tahu. Inilah orang yang rugi. Dan orang yang celaka adalah orang yang ia tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, ia pun tidak berusaha mencari tahu, namun ia merasa dirinya tahu. Lebih celaka lagi, ada orang yang sebenarnya ia mengetahui bahwa ia benar-benar tidak memiliki pengetahuan akan suatu perkara, namun ia enggan untuk mencari tahu, akan tetapi ia selalu merasa bahwa dirinya yang paling tahu dan serba tahu, dan manusia inilah yang dapat menyesatkan orang lain.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah gajah dan orang buta diatas adalah, janganlah cepat berpendapat dan berkesimpulan tentang sesuatu, apabila kita hanya memiliki informasi yang sangat sedikit, pengetahuan yang sangat terbatas dan sepotong-sepotong tentang suatu perkara. Kumpulkan dulu informasi sebanyak-banyaknya tentang perkara tersebut, sebelum kita berkesimpulan. Bertanyalah kepada seseorang yang benar-benar ahli atau mengetahui tentang itu. Alloh Subhhana wa Ta’ala berfirman

!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ  
“dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” Quran surat An-Nahl ayat 43

Atau di ayat lain juga menjelaskan hal yang serupa

!$tBur $uZù=yör& šn=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) ( (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ò2Ïe%!$# bÎ) óOçFZä. Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇÐÈ  
“Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” Quran surat Al-Anbiya ayat 7

Kesimpulan
Islam menuntun kita agar melakukan segala sesuatu berdasarkan ilmu atau pengetahuan yang berhubungan dengan apa yang kita lakukan tersebut. Janganlah mengikuti sesuatu tanpa ilmu. Apalagi dalam hal ibadah yang kita lakuakan. Karena syarat diterimanya ibadah selain niat yang ikhlas karena Alloh juga haruslah benar, maksud benar disini adalah benar dalam hal tata cara yang diajarkan oleh Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam. Untuk itu kita harus mengetahui tentang ilmu tersebut.

Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ    
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Quran surat Al-Isro ayat 36





0 tanggapan:

Posting Komentar