MENJADI TAMU ISTIMEWA

Selasa, 23 Februari 2010
Ketahuilah bahwa islam adalah agama yang sempurna. Ialah satu-satunya agama yang mengatur setiap seluk beluk kehidupan pemeluknya. Agar setiap pemeluknya menjadi makhluk yang selamat dunia maupun akhirat. Tak terkecuali adab bertamu, islam pun mengaturnya secara sempurna, diantaranya



1.     Memenuhi undangan dengan tidak membeda-bedakan
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memenuhi undangan, Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam pun memerintahkan hal demikian. Beliau bersabda “Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad), selain itu Beliau pun bersabda “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari). Namun jika ada halangan baik berupa udzur, atau merasa takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya, maka hendaklah ia menimbangnya
·         Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
·         Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
·         Orang yang mengundang adalah muslim.
·         Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
·         Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
·         Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
Sedangkan apabila kita dalam keadaan berpuasa pun perintah itu tak serta merta gugur, dan kita tetap diperintahkan untuk memenuhinya Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam bersabda “Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim).
Hendaknya kita tidak membeda-bedakan siapa orang yang mengundang apakah ia oarng kaya maupun orang miskin, kita hendaknya tak membedakan.

2.     Bertamu dengan Niat yang benar (baik)
Ketahuilah bahwa niat merupakan ruh dari sebuah amal ibadah, dan tidak bisa dipungkiri bahwa niat merupakan landasan dasar dalam setiap amalan. Hendaklah setiap muslim yang akan bertamu, selain untuk menunaikan hajatnya, juga ia niatkan untuk menyambung silaturahim dan mempererat ukhuwah. Sehingga,… tidak ada satu amalan pun yang ia perbuat melainkan berguna bagi agama dan dunianya. Tentang niat ini Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seluruh amal perbuatan itu dengan niat dan setiap orang tergantung pada apa yang ia niatkan” (HR. Bukhari, Muslim dan selain keduanya).

3.     Meminta izin dan memberitahukan perihal kedatangan
Adab ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengapa ? Karena tidak setiap waktu setiap muslim itu siap menerima tamu. Barangkali ia punya keperluan/hajat yang harus ditunaikan sehingga ia tidak bisa ditemui. Atau barangkali ia dalam keadaan sempit sehingga ia tidak bisa menjamu tamu sebagaimana dianjurkan oleh syari’at. Betapa banyak manusia yang tidak bisa menolak seorang tamu apabila si tamu telah mengetuk pintu dan mengucapkan salam padahal ia punya hajat yang hendak ia tunaikan.
Allah telah memberikan kemudahan kepada kita berupa sarana-sarana komunikasi (surat, telepon, sms, dan yang lainnya) yang bisa kita gunakan untuk melaksanakan adab ini.

4.     Menentukan lamanya Kedatangan.
Adab ini sebagai alat kendali dalam mengefisienkan waktu bertamu. Tidak mungkin seluruh waktu hanya habis untuk bertamu dan melayani tamu. Setiap aktifitas selalu dibatasi oleh aktifitas lainnya, baik bagi yang bertamu maupun yang ditamui (tuan rumah). Apabila memang keperluannya telah usai, maka hendaknya ia segera berpamitan pulang sehingga waktu tidak terbuang sia-sia dan tidak memberatkan tuan rumah dalam pelayanan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila salah seorang diantara kamu telah selesai dari maksud bepergiannya, maka hendaklah ia segera kembali menuju keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).

5.     Mempersiapkan kedatangan dengan membawa Hadiah
Memberi hadiah termasuk amal kebaikan yang dianjurkan. Sikap saling memberi hadiah dapat menimbulkan perasaan cinta dan kasih sayang, karena pada dasarnya jiwa senang pada pemberian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berilah hadiah di antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad 594; dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwaa’ nomor 1601).

6.     Memberi salam saat masuk dan meminta izin
Ketahuilah bahwa salah satu kewajiban kita sebagai muslim adalah memberi salam saat berjumpa, dalam hal ini Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam pun memerintahkan yakni dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Hak seorang muslim terhadap sesama muslim ada enam, yaitu bila engkau berjumpa dengannya ucapkanlah salam; bila ia memanggilmu penuhilah; bila dia meminta nasehat kepadamu nasehatilah; bila dia bersin dan mengucapkan alhamdulillah bacalah yarhamukallah (artinya = semoga Allah memberikan rahmat kepadamu); bila dia sakit jenguklah; dan bila dia meninggal dunia hantarkanlah (jenazahnya)". Riwayat Muslim.
Setelah memberi salam maka kita meminta izin untuk masuk ke dalam rumah, dalam hal ini Alloh Subhana wa Ta’ala berfrman

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qè=äzôs? |Nqãç/ ÄcÓÉ<¨Z9$# HwÎ) cr& šcsŒ÷sムöNä3s9 4n<Î) BQ$yèsÛ uŽöxî tûï̍Ïà»tR çm9tRÎ) ô`Å3»s9ur #sŒÎ) ÷LäêŠÏãߊ (#qè=äz÷Š$$sù #sŒÎ*sù óOçFôJÏèsÛ (#rçŽÅ³tFR$$sù Ÿwur tûüÅ¡Ï^ø«tGó¡ãB B]ƒÏptÎ: 4 ¨bÎ) öNä3Ï9ºsŒ tb%Ÿ2 ÏŒ÷sム¢ÓÉ<¨Z9$# ¾ÄÓ÷ÕtFó¡uŠsù öNà6ZÏB ( ª!$#ur Ÿw ¾ÄÓ÷ÕtFó¡o z`ÏB Èd,ysø9$# 4 #sŒÎ)ur £`èdqßJçGø9r'y $Yè»tFtB  Æèdqè=t«ó¡sù `ÏB Ïä!#uur 5>$pgÉo 4 öNà6Ï9ºsŒ ãygôÛr& öNä3Î/qè=à)Ï9 £`ÎgÎ/qè=è%ur 4 $tBur šc%x. öNà6s9 br& (#rèŒ÷sè? š^qßu «!$# Iwur br& (#þqßsÅ3Zs? ¼çmy_ºurør& .`ÏB ÿ¾ÍnÏ÷èt/ #´t/r& 4 ¨bÎ) öNä3Ï9ºsŒ tb%Ÿ2 yZÏã «!$# $¸JŠÏàtã ÇÎÌÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.” Quran surat Al-Ahzab ayat 53

7.     Meminta izin jika membawa orang lain
Inilah istimewanya islam, hal yang kita anggap sepele ini tak luput dari perhatiannya. Seseorang yang bertamu dan ternyata ia hendak membawa serta orang lain haruslah dengan izin tuan rumah. Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam bersabda Ada seorang laki-laki di kalangan Anshor yang biasa dipanggil Abu Syuaib. Ia mempunyai seorang anak tukang daging. Kemudian, ia berkata kepadanya, “Buatkan aku makanan yang dengannya aku bisa mengundang lima orang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengundang empat orang yang orang kelimanya adalah beliau. Kemudian, ada seseorang yang mengikutinya. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau mengundang kami lima orang dan orang ini mengikuti kami. Bilamana engkau ridho, izinkanlah ia! Bilamana tidak, aku akan meninggalkannya.” Kemudian, Abu Suaib berkata, “Aku telah mengizinkannya.”" (HR. Bukhari)

8.     Menjaga Pandangan
Dalam kondisi apapun bertempat dimana pun hal ini haruslah kita jaga, tentu rumah sanak saudara yang kita kunjungi terdapat keluarga didalamnya. Dan di dalam sana besar kemungkinan ada lawan jenis, yang mana kita mengetahui bahwa kita harus menjaga pandangan terhadapnya

9.     Tidak memberatkan tuan rumah
Sebagai manusia yang pada dasarnya memiliki kebutuhan sosial dan merupakan makhluk sosial, sudah semestinya hal ini kita tanamkan dalam pribadi kita. Janganlah kita memberatkan saudara kita (tuan rumah).

10. Mendoakan Tuan rumah Yang telah memberi hidangan
Seorang tamu hendaknya mendoakan orang yang memberi hidangan kepadanya setelah selesai mencicipi makanan tersebut dengan doa yang Rosululloh Shalallohu alaihi wa Sallam ajarkan: “Orang-orang yang puasa telah berbuka di samping kalian. Orang-orang yang baik telah memakan makanan kalian. semoga malaikat mendoakan kalian semuanya.” (HR Abu Daud, dishahihkan oleh Al Albani) atau “Ya Allah berikanlah makanan kepada orang telah yang memberikan makanan kepadaku dan berikanlah minuman kepada orang yang telah memberiku minuman.” (HR. Muslim) atau “Ya Allah ampuni dosa mereka dan kasihanilah mereka serta berkahilah rezeki mereka.” (HR. Muslim)
11. Pulang dengan wajah berseri
Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah. Wajah muram dan tutur kata kasar adalah perangai yang tidak disenangi oleh setiap jiwa yang menemuinya. Allah telah memerintahkan untuk bersikap lemah lembut, baik dalam hiasan rona wajah maupun tutur kata kepada setiap bani Adam, dan lebih khusus lagi terhadap orang-orang yang beriman. Dia telah berfirman :
“Dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman” (QS. Al-Hijr : 88).
Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata “Maksudnya bersikap lemah lembutlah kepada mereka sebagaimana firman Allah ta’ala : “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang beriman” (QS. At-Taubah : 128).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sedikitpun dari kebaikan-kebaikan, meskipun hanya kamu menjumpai saudaramu dengan muka manis/ceria” (HR. Muslim).
Selain berwajah ceria dan bertutur kata lembut, yang lebih penting untuk diperhatikan adalah hendaklah ia berkata baik dan benar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan tegas telah memebri peringatan :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam” (HR. Bukhari, Muslim, dan selain keduanya. Hadits ini terdapat dalam Arba’in Nawawi nomor 15).
Beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menggandengkan kata iman dengan pilihan antara berbicara baik atau diam. Mafhumnya, jika seseorang tidak mengambil dua pilihan ini, maka ia dikatakan tidak beriman (dalam arti : imannya tidak sempurna). Hukum asal dari perbuatan adalah diam. Kalaupun ia ingin berkata, maka ia harus berkata dengan kata-kata yang baik. Sungguh rugi jika seseorang bertamu dan bermajelis dengan mengambil perkataan sia-sia lagi dosa seperti ghibah, namimah (adu domba), dan lainnya yang tidak menambah apapun dalam timbangan akhirat kelak kecuali dosa. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya seseorang mengucapkan kata-kata, ia tidak menyangka bahwa ucapannya menyebabkan ia tergelincir di neraka yang jaraknya lebih jauh antara timur dan barat” (HR. Bukhari dan Muslim).

12. Mengatur Frekwensi dalam hal bertamu
Mengatur frekwensi bertamu sesuai dengan kebutuhan dapat menimbulkan kerinduan dan kasih-sayang. Hal itu merupakan sikap pertengahan antara terlalu sering dan terlalu jarang. Terlalu sering menyebabkan kebosanan. Sebaliknya, terlalu jarang mengakibatkan putusnya hubungan silaturahim dan kekeluargaan.



0 tanggapan:

Posting Komentar